Terletak sekitar 15 kilometer arah selatan pusat kota Bojonegoro, desa Jono merupakan sebuah lokasi yang strategis karena terletak tepat di Jalan Raya Bojonegoro - Nganjuk, tepatnya berada di Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Ketika ditempuh menggunakan jalur darat dari kota Bojonegoro diperlukan waktu 20 menit menggunakan sepeda motor atau sekitar 40 menit menggunakan kendaraan roda empat.
Memasuki desa Jono rindangnya hutan yang tinggal sedikit di kira kanan jalan mengobati panasnya udara khas Bojonegoro, terlebih lagi daerah ini merupakan daerah kapur. Tampak sebuah tapal perbatasan sederhana dengan Desa Kunci, Kecamatan Dander berdiri tegak dengan warna oranye yang mencolok di kiri jalan jika dari Kota Bojonegoro. Terdapat pula gerai batik khas Bojonegoro yang berjarak 1 kilometer dari gapura sederhana tadi. Memang ketika melihat dari fisik luarnya desa Jono tak berbeda jauh dengan desa - desa pada umumnya, namun tunggu dulu ketika masuk ke kawasan desanya tampak ada perbedaan mencolok di dalamnya. Sebuah gapura sederhana ketika memasuki kawasan jalan poros desa di desa Jono, tak jauh dari sana sebuah balai desa yang umum didapati di desa - desa lain. Namun tunggu dulu, Anda tentu akan kaget ketika Anda berjalan sekitar 30 meter ke utara dari balai desa Jono, karena disana terdapat sebuah sanggar seni yang lengkap dengan satu set peralatan gamelan jawa. Belum lagi tak jauh dari sanggar seni tepatnya di rumah Kepala Desa Jono terdapat sentra industri rumah tangga batik Bojonegoro, batik khas Kabupaten Bojonegoro.
Lalu apa gerangannya itu? Desa Jono berusaha merintis untuk menjadi sebuah desa wisata seni dan budaya di Kabupaten Bojonegoro, Kepala Desa Jono sebagai perintis gagasan itu didukung warga sekitar desa. Konsep dari desa wisata ini sanggar seni itu digunakan untuk menampilkan karya - karya seni dan budaya baik yang khas Bojonegoro maupun dari daerah lain, didukung dengan konsep home stay atau tempat peristirahatan di rumah - rumah warga desa Jono. Tak hanya itu, Jono juga memiliki sebuah bukit yang warga sekitar menamakannya sebagai bukit Fosfat, di bukit itu terdapat beberapa macam fosil hewan laut, hal ini dibuktikan sendiri saat jelajah potensi Bojonegoro bersama ormada BSB UB yang menemukan beberapa fosil kerang laut. Belum ada penelitian yang pasti mengenai fosil itu berusi berapa tahun, namun dugaan kuat daerah Bojonegoro sekitar jutaan tahun lalu merupakan lautan, terbukti tanah Bojonegoro mengandung minyak, karena minyak sendiri terbentuknya berawal dari proses pelapukan hewan fosil laut yang sudah mati.
Pada awalnya ketika desa Jono memproklamirkan sebagai desa wisata didukung oleh pemerintah setempat, berbagai usaha dan janji diberikan untuk mendukung tercapainya konsep desa wisata yang benar - benar representative, mulai dari perbaikan sarana dan prasarana, hingga menyediakan anggaran dana rutin untuk membiayai kegiatan promosi wisata di daerah tersebut. Namun seiring berjalannya waktu hal itu menguap begitu saja, menurut penuturan Kepala Desa Jono, Bupati Bojonegoro saat ini pernah menjanjikan konsep kios - kios atau gera- gerai untuk memamerkan hasil produk batik jonegoroan, dan produk seni lainnya, selain itu pembangunan infrastruktur jalan juga akan segera dibenahi secepatnya. Namun apa yang terjadi ketika penulis sendiri mengunjungi desa Jono sekitar tahun 2010 lalu atau sekitar dua tahun ketika Jono disematkan sebagai desa wisata, jalan desa masih tampak tidak baik, licin ketika musim hujan, dan berbatu. Baru memasuki tahun 2012 pengerjaan infrastruktur jalan tampak sudah berjalan meskipun tidak semuanya. Belum ketika menengok ke bukit Fosfatnya, disana potensi wisata geologi tampak, penemuan beberapa fosil dari tim ekspedisi BSB merupakan suatu buktinya. Seni tayup dan seni lainnya khas Bojonegoro tak bisa dilepaskan dari desa ini, sebagai desa wisata Bojonegoro Jono memiliki potensi sebagai cerminan warga Bojonegoro maupun luar Bojonegoro untuk mengenal dan mengetahui kesenian asli Bojonegoro yang sudah mulai hilang. Setiap momen tertentu pemerintah desa Jono mengadakan event - event bertajukkan kesenian lokal Bojonegoro. Namun belum ada tindak lanjut yang baik dari pemerintah Bojonegoro, utamanya dalam mempublikasikan tempat ini, jadi jangan heran ketika mereka lebih memilih jalan sendiri dalam mengepakkan sayap bisnis wisatanya.
Bicara Bojonegoro, maka kini Bojonegoro juga mempunyai batik khas bernama batik Jonegoroan. Desa Jono merupakan salah satu dari tiga tempat selain di Purwosari, Padangan dan Sumberrejo sebagai sentra batik Jonegoroan di Bojonegoro. Namun yang terjadi di lapangan justru bertolak belakang dari sebuah konsep di atas kertas yang rapi. Memang pada awal - awalnya pelatihan - pelatihan tersebut masih diberikan di Desa Jono bekerjasama dengan pihak Pemkab Bojonegoro, namun lama kelamaan pemerintah mulai lepas tangan. Bahkan hanya dengan berkedok untuk memusatkan tempat yang dapat dijangkau warga dengan cepat, maka ibu penggerak PKK Kabupaten Bojonegoro memutuskan untuk memberikan pelatihan dan pusat pembuatan batik juga di tengah kota, tepatnya di Jln. Teuku Umar di Depot 99. Alhasil karena unggul dari lokasi yang strategis, harga yang jauh lebih murah dibandingkan di Jono, serta tempat yang pembuatan yang representative membuat omzet penjualan di Desa Jono juga berkurang.
Sebagai desa wisata diperlukan dukungan dari berbagai pihak utamanya SDM -nya untuk jadi garda terdepan dalam mengembangkan dan mempromosikan desa wisata ini, dan pengusaan teknologi inilah yang menjadi kunci dari segalanya untuk itu. Namun masih sangat disayangkan, kualitas pemuda desa Jono masih minim terutama dalam penguasaan teknologi seperti komputer, padahal di era globalisasi saat ini dimana akses informasi serba cepat, penguasaan internet dan komputer merupakan syarat utama untuk itu. Perlu adanya keseriusan untuk membenahi dan mendukung dari segala aspek mewujudkan desa Jono sebagai desa wisata yang sebenarnya, supaya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar sana pula.
Jadi ketika peluit gendering desa wisata ditabuh sedikit demi sedikit bertahap masyarakat Jono tidak hanya menjadi penonton saja namun juga menjadi pemain di dalamnya, lalu dimana peran kita sebagai generasi muda Bojonegoro. Apa yang kita bisa lakukan entah itu mempromosikannya lewat dunia maya, atau bahkan memberikan pelatihan informasi teknologi untuk mereka dari segi yang paling sederhana sudah memberikan efek positif bagi desa Jono. Pada akhirnya sangat disayangkan ketika suatu potensi sudah tampak mari kita bersama menjaga dan mengembangkannya ke tingkat yang lebih baik lagi untuk menciptakan kemashalatan bersama.
0 komentar:
Posting Komentar